Peran Tim Literasi Sekolah Untuk Memperkuat Kecakapan Literasi dan Numerasi


Beragam survei di tingkat nasional dan internasional secara konsisten, dari tahun ke tahun, menunjukkan bahwa kecakapan literasi dan numerasi siswa Indonesia tidak mengalami peningkatan signifikan bahkan cenderung menurun. Untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa Indonesia dibutuhkan suatu penguatan atau dorongan. Seperti kita ketahui bahwa literasi dan numerasi merupakan salah satu unsur dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang menjadi program utama pemerintah di bidang pendidikan melalui Asesmen Nasional (AN).

Dalam pelaksanaan penguatan literasi dan numerasi di sekolah saat ini, diperlukan sinergi dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk merealisasikannya maka perlu dibentuk Tim Pendamping Literasi Daerah (TPLD) sebagai wadah kolaboratif para pemangku kepentingan di daerah dan Tim Literasi Sekolah (TLS).

Keberadaan TLS sangat strategis dalam penguatan literasi dan numerasi di sekolah, terutama di saat dan setelah pandemi Covid-19 atau masa normal selanjutnya (next normal) di mana akan terjadi penyesuaian di segala bidang termasuk pendidikan terutama aktivitas pembelajaran di sekolah. Peran dan fungsi TLS berfokus kepada akselerasi penguatan literasi dan numerasi. Oleh karena itu, TLS diharapkan memiliki strategi implementasi penguatan literasi dan numerasi yang taktis di ranah fisik, sosial afektif, dan akademik yang menjadi pintu masuk bagi terciptanya budaya literasi di sekolah.


A. Tentang Tim Literasi Sekolah

Agar implementasi literasi dan numerasi serta program membaca dapat berjalan dengan baik, sekolah perlu memastikan bahwa warga sekolah memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang prinsip-prinsip kegiatan membaca bebas dan bagaimana cara pelaksanaan dan pengelolaan program (Pilgreen, 2000) sebagai landasan awal. Di sinilah pentingnya membentuk Tim Literasi Sekolah (TLS).

Pembentukan TLS adalah untuk membantu para guru dan tenaga kependidikan; membuat dan menyepakati petunjuk praktis pelaksanaan program membaca yang mendukung literasi dan numerasi di tingkat sekolah. Dalam konteks sekolah, subjek dalam kegiatan literasi adalah semua warga sekolah, yakni peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan (pustakawan), dan kepala sekolah (Desain Induk GLS, 2016/2018). Secara lebih khusus, supaya tugas pokok dan fungsi lebih fokus dan terjaga, kepala sekolah perlu membentuk TLS yang dikuatkan dengan Surat Keputusan (SK) atau Surat Tugas (ST). Semua komponen warga sekolah hendaknya berkolaborasi dengan TLS di bawah koordinasi kepala sekolah.

Dalam ekosistem sekolah, TLS diharapkan mampu memastikan dan mengembangkan terciptanya suasana akademik yang kondusif dan literat yang mampu membuat seluruh anggota komunitas sekolah antusias untuk belajar.


B. Pembentukan Tim Literasi Sekolah

Dalam konteks penguatan literasi dan numerasi serta Gerakan Literasi Sekolah (GLS), TLS merupakan tulang punggung yang perlu terus diperkuat dan dikembangkan. Berikut ini adalah alternatif langkah-langkah pelaksanaan pembentukan TLS:

  1. Kepala sekolah mencermati para guru yang diyakini dapat menumbuhkembangkan literasi di sekolah.
  2. Kepala sekolah dengan kewenangannya atau melalui rapat menetapkan TLS yang terdiri atas minimal satu guru bahasa, satu guru mata pelajaran lain, serta satu petugas perpustakaan/ tenaga kependidikan.
  3. Kepala sekolah menugasi TLS dengan surat keputusan atau surat penugasan resmi (diharapkan ke depan surat keputusan atau surat tugas ini dapat diperhitungkan sebagai tugas tambahan yang dapat dihargai sama dengan jam mengajar).
  4. Para personel TLS diberi kesempatan mengikuti pelatihan-pelatihan atau workshop literasi sebagai wujud pengembangan profesional tentang literasi. Hal itu dapat dilakukan melalui kerja sama dengan institusi terkait atau pihak eksternal (perguruan tinggi, dinas pendidikan, dinas perpustakaan, atau berbagi pengalaman dengan sekolah lain). Bahkan dimungkinkan pula adanya pendampingan dari pihak eksternal.

C. Struktur Organisasi Tim Literasi Sekolah

Struktur Organisasi TLS di Sekolah terdiri atas Ketua TLS (guru) dan anggota (minimal ada pengurus perpustakaan/ taman baca sekolah dan guru lain). Posisi TLS dalam Struktur Organisasi Sekolah setara dengan Tim Adiwiyata sekolah.

Struktur Organisasi TLS

D. Tugas dan Tanggung Jawab Tim Literasi Sekolah

TLS memiliki tugas utama melakukan penguatan kemampuan literasi dan numerasi di dalam lingkungan sekolah terutama yang terkena dampak dari learning loss yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19. Untuk mencapai tujuan, TLS bertanggung jawab dalam melakukan langkah strategis dan taktis yang menjadikan sekolah dapat mengejar ketertinggalan karena learning loss dengan langkah-langkah:

  1. Melakukan asesmen pada kebutuhan sekolah mengatasi learning loss di sekolah.
  2. Mendukung sekolah melakukan asesmen untuk mengetahui tingkat dan dampak learning loss yang dialami oleh peserta didik.
  3. Merancang program dan aktivitas dalam mengatasi learning loss sesuai dengan kondisi sekolah.
  4. Melakukan evaluasi secara berkala untuk mengetahui keefektifan pelaksanaan program literasi dan numerasi dalam praktik di sekolah.
  5. Melakukan laporan kepada kepala sekolah berdasarkan temuan di lapangan untuk menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan sekolah terkait penguatan literasi dan numerasi.

Dalam kedudukannya sebagai sebuah tim, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TLS adalah menumbuhkembangkan GLS dan penguatan literasi numerasi di sekolah. Adapun tugas-tugas minimal TLS berdasarkan tahap-tahapnya adalah merencanakan, melaksanakan, melaporkan, dan melakukan asesmen, serta mengevaluasi pelaksanaan GLS dan penguatan literasi numerasi.

Selain tugas pokok di atas, TLS juga memiliki tanggung jawab untuk menggerakkan program 15 (lima belas) menit dengan uraian sebagai berikut:

  1. Perencanaan dilakukan untuk program membaca dengan menjadwalkan lima belas menit membaca setiap hari dan berbagai langkah untuk menyukseskan peningkatan daya baca peserta didik (mengubah pola pikir dan menjadikan membaca sebagai suatu kebutuhan). Dalam hal ini dapat dibuat survei sederhana mengenai:
    • minat baca untuk menjaring tema-tema yang disukai peserta didik;
    • membuat daftar buku yang direkomendasikan berdasarkan hasil survei;
    • merancang pengembangaan perpustakaan dan sudut baca;
    • merancang pengembangan jejaring internal dan eksternal.
  2. Asesmen dilakukan tiap minggu untuk kegiatan yang sudah dilaksanakan. Adapun evaluasi dilaksanakan setiap semester. Hasil evaluasi akan menentukan apakah sebuah sekolah melaksanakan implementasi penguatan literasi dan numerasi.

Dalam melaksanakan tugas, TLS sebaiknya berkoordinasi dengan wali kelas, guru Bimbingan dan Konseling (BK), kepala sekolah dan jajarannya, serta pihak eksternal (dinas pendidikan, perpustakaan, perguruan tinggi, sekolah lain, orang tua, alumni, dan jejaring masyarakat). Koordinasi dengan pihak internal dapat dilakukan setiap minggu atau sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah. Koordinasi dengan orang tua dapat dilakukan dengan buku penghubung atau pertemuan terjadwal.


Sumber :
Panduan Penguatan Literasi & Numerasi di Sekolah
Ditjen PAUD, Dikdas, & Dikmen Kemendikbud 2021