Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak


Struktur Kurikulum Sekolah Penggerak

Struktur kurikulum merupakan pengorganisasian atas Capaian Pembelajaran (CP), muatan pembelajaran, dan beban belajar. Pemerintah mengatur muatan pembelajaran wajib beserta beban belajarnya. Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat menambahkan muatan tambahan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan dan/atau daerah. Pembelajaran pada Sekolah Penggerak dibagi menjadi 2 (dua) kegiatan utama, yaitu:

  1. pembelajaran reguler atau rutin yang merupakan kegiatan intrakurikuler; dan
  2. projek penguatan profil pelajar Pancasila.

Kegiatan pembelajaran reguler untuk setiap mata pelajaran mengarah pada capaian pembelajaran dan profil pelajar Pancasila. Pembelajaran berbasis projek dalam projek penguatan diselenggarakan untuk menguatkan upaya pencapaian profil pelajar Pancasila. Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila diatur sebagai berikut:

  1. dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah;
  2. tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran;
  3. merupakan kegiatan pembelajaran yang lebih fleksibel, tidak terpaku pada jadwal belajar seperti kegiatan reguler, serta lebih banyak melibatkan lingkungan dan masyarakat sekitar dibandingkan pembelajaran reguler; dan
  4. peserta didik berperan besar dalam menentukan strategi dan aktivitas projeknya, sementara guru berperan sebagai fasilitator.

Ketentuan lebih lanjut mengenai projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila ditetapkan oleh pimpinan unit utama yang membidangi kurikulum, asesmen, dan perbukuan.

Pemerintah mengatur beban belajar untuk setiap muatan atau mata pelajaran tidak dalam jam pelajaran (JP) per-minggu, tetapi dalam JP per-tahun. Oleh karena itu, satuan pendidikan dapat mengatur pembelajaran secara fleksibel di mana alokasi waktu setiap minggunya tidak selalu sama dalam satu tahun. Sebagai contoh, satuan pendidikan dapat mengajarkan mata pelajaran secara intensif dalam kurun waktu 1 (satu) semester untuk memenuhi kebutuhan peserta didik untuk melakukan pameran unjuk kerjanya di akhir semester pertama.

Oleh karena itu, alokasi waktu yang ditargetkan untuk 1 (satu) tahun dapat dicapai dalam kurun waktu 1 (satu) semester. Dengan demikian, satuan pendidikan dapat meniadakan mata pelajaran tersebut pada semester berikutnya karena JP yang harus dipenuhi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun telah dicapai dalam waktu 1 (satu) semester. Pengaturan beban belajar seperti ini dilakukan agar pembelajaran lebih bermakna karena peserta didik memiliki waktu belajar yang lebih efektif dan dapat fokus pada kompetensi yang ingin dicapai tanpa membebaninya dengan muatan yang terlalu padat. Namun demikian, alokasi JP intrakurikuler per-minggu tetap disampaikan untuk membantu guru dalam merancang kurikulum dan pembelajaran.

Pemerintah Pusat juga mengatur proporsi beban belajar untuk setiap muatan atau mata pelajaran. Proporsi beban belajar diatur untuk pembelajaran intrakurikuler dan projek penguatan profil pelajar Pancasila. Alokasi waktu untuk kegiatan projek yang diarahkan untuk penguatan pencapaian profil pelajar Pancasila digunakan secara lebih fleksibel dibandingkan pembelajaran intrakurikuler karena projek penguatan profil pelajar Pancasila bukan suatu kegiatan rutin perminggu.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan beban kerja guru dikaitkan dengan beban belajar peserta didik ditetapkan oleh pimpinan unit utama yang membidangi guru dan tenaga kependidikan.

Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah yang menambahkan muatan tambahan sesuai kebutuhan dan karakteristik satuan pendidikan dan/atau daerah, secara fleksibel dapat mengelola kurikulum muatan lokal. Pembelajaran muatan lokal dapat dilakukan melalui 3 (tiga) pilihan sebagai berikut.

  1. Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam mata pelajaran lain. Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat menentukan capaian pembelajaran untuk muatan lokal, kemudian memetakannya ke dalam mata pelajaran lain. Sebagai contoh, tentang batik diintegrasikan dalam mata pelajaran Seni Rupa, sejarah lokal suatu daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran IPS, dan sebagainya.
  2. Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema projek penguatan profil pelajar Pancasila. Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sebagai contoh, projek terkait dengan tema wirausaha dilakukan dengan mengeksplorasi potensi kerajinan lokal, projek dengan tema perubahan iklim dikaitkan dengan isu-isu lingkungan di wilayah tersebut, dan sebagainya.
  3. Mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai bagian dari program intrakurikuler. Satuan pendidikan dan/atau Pemerintah Daerah dapat mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai bagian dari program intrakurikuler. Sebagai contoh, mata pelajaran bahasa dan budaya daerah, kemaritiman, kepariwisataan, dan sebagainya sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Dalam hal satuan pendidikan membuka mata pelajaran khusus muatan lokal, beban belajarnya maksimum 72 (tujuh puluh dua) JP per tahun atau 2 (dua) JP per minggu.

Struktur kurikulum terbagi atas beberapa fase sesuai dengan tingkatan satuan pendidikan, mulai dari SD, SMP, hingga SMA.

  1. Struktur kurikulum SD dibagi menjadi 3 (tiga) Fase:
    1. Fase A untuk Kelas I dan Kelas II;
    2. Fase B utuk Kelas III dan Kelas IV; dan
    3. Fase C untuk Kelas V dan Kelas VI.

    Fase A merupakan periode pengembangan dan penguatan kemampuan literasi dan numerasi dasar. Oleh karena itu, jumlah mata pelajaran dasar yang perlu diajarkan di Fase A tidak sebanyak di fase B dan fase C. Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial (IPAS) belum menjadi mata pelajaran wajib di Fase A. Muatan mata pelajaran tersebut mulai menjadi wajib untuk diajarkan sejak masuk di awal Fase B (Kelas III). Mata pelajaran IPAS merupakan mata pelajaran yang ditujukan untuk membangun kemampuan dasar untuk mempelajari ilmu pengetahuan (sains), baik ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial.

    Ketika mempelajari lingkungan sekitarnya, peserta didik SD melihat fenomena alam dan sosial sebagai suatu kesatuan secara umum, dan mereka mulai berlatih membiasakan diri untuk mengamati atau mengobservasi, mengeksplorasi, dan melakukan kegiatan yang mendorong kemampuan inkuiri lainnya yang sangat penting untuk menjadi fondasi sebelum mereka mempelajari konsep dan topik yang lebih spesifik di mata pelajaran IPA dan IPS yang akan mereka pelajari di SMP.

  2. Struktur kurikulum SMP terdiri atas satu fase yaitu Fase D untuk Kelas VII, Kelas VIII dan Kelas IX.

  3. Struktur kurikulum SMA terdiri atas dua fase yaitu:
    1. Fase E untuk Kelas X;
    2. Fase F untuk Kelas XI dan Kelas XII.

    Di Kelas X, peserta didik akan mengikuti mata pelajaran yang sama dengan di SMP yaitu mata pelajaran umum. Mulai Kelas XI, peserta didik sudah menentukan mata pelajaran pilihan sesuai bakat dan minat.


Sumber:
Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 162/M/2021 Tentang Program Sekolah Penggerak