Menerapkan Disiplin Positif di Satuan Pendidikan


A. Pengertian Disiplin Positif

Disiplin positif adalah proses pendisiplinan terhadap anak tanpa memberikan ancaman atau memberikan hukuman. Dengan menerapkan disiplin positif, guru dapat meningkatkan kesadaran siswa dalam membentuk karakter yang positif. Dalam penerapannya, disiplin positif dapat dibuat melalui kesepakatan antara guru dengan siswa karena guru ingin membuat siswa terlibat dan bertanggung jawab dalam menjalankan disiplin tersebut. Selain itu dengan menerapkan disiplin positif, pendidik dapat mengembangkan pendidikan karakter siswa sehingga terwujud budaya positif di satuan pendidikan.

Pada umumnya, kegiatan yang melanggar tata tertib akan diberikan pendisiplinan. Guru memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam memberikan proses disiplin kepada siswa. Hal tersebut keliru karena jika ditelusuri lebih dalam lagi, makna dari disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda. Begitu pula efeknya dalam membentuk karakter siswa. Dalam hal ini, disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih siswa untuk mematuhi peraturan yang sudah dibuat dalam jangka waktu pendek dan jangka panjang.

Hukuman ini bermaksud sebagai cara mengendalikan perilaku siswa yang tidak sesuai dengan peraturan. Dengan adanya sikap disiplin ini, guru ingin memaksimalkan pengendalian diri murid pada apa yang sedang mereka pelajari. Guru berharap dapat mengajarkan siswa-siswanya tentang bagaimana mengontrol diri dan menciptakan rasa percaya diri dengan berfokus pada pelajaran.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses disiplin yang dilakukan digunakan oleh guru untuk membantu siswa. Proses tersebut dilakukan agar siswa lebih mampu mengendalikan diri dan bertindak sesuai dengan peraturan. Dengan demikian, siswa dapat fokus terhadap pembelajaran.

Cara untuk menerapkan budaya disiplin positif dalam proses kegiatan belajar di kelas, antara lain:

  1. Membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya disiplin positif
  2. Membuat kesepakatan kelas
    • Kesepakatan kelas ini akan membantu guru dalam membentuk budaya disiplin positif
    • Memudahkan guru dalam proses kegiatan belajar mengajar dan tidak menekan siswa
    • Membantu siswa dalam mengeksplorasi kemampuannya dalam berkomunikasi

B. Cara Mengembangkan Disiplin Positif

Ada beberapa cara yang dapat digunakan guru dan orang tua untuk menerapkan disiplin positif pada anak, yaitu:

  1. Mengalihkan Perhatian Anak
  2. Jika anak masih duduk di bangku SD, mereka cenderung memiliki rentang perhatian yang pendek. Mereka kerap kali kehilangan fokus dalam belajar, misalnya seperti berbicara dengan teman sebangkunya maupun melamun. Untuk mengatasi permasalahan ini, Anda dapat melakukan teknik pengalihan. Teknik pengalihan ini dapat digunakan orang tua maupun guru untuk mendukung anak kembali fokus dengan apa yang sedang mereka kerjakan. Misalnya ketika anak sedang belajar dan tiba-tiba berbicara ataupun melakukan kegiatan lain, sebagai seorang guru, Anda dapat mengalihkan perhatiannya dengan memanggil namanya ketika sedang menjelaskan materi. Tindakan ini tidak hanya dapat mengembalikan konsentrasi anak pada proses kegiatan belajar, tetapi bisa juga dijadikan sebagai pengingat bahwa guru akan selalu mengawasi setiap siswanya walaupun mereka sedang sibuk mengajar.

  3. Memberikan Pujian
  4. Cara mengembangkan disiplin positif lainnya yang dapat digunakan guru maupun orang tua, yaitu dengan memberikan pujian kepada anak. Anda dapat memberikan pujian tersebut ketika anak berperilaku baik. Penelitian menunjukkan bahwa jika anak dipuji atas apa yang telah mereka lakukan dengan benar, maka mereka cenderung akan melakukan hal yang sama lagi. Tindakan ini tentu saja bisa dikatakan efektif untuk dilakukan oleh guru dan orang tua di rumah.

  5. Memberikan Hukuman Time Out
  6. Hukuman time out adalah bentuk disiplin ringan yang dilakukan orang tua maupun guru kepada anak ketika mereka berbuat salah. Perbuatan ini dapat memberikan efek jera terhadap anak. Dalam penerapannya, hukuman time out ini tidak melibatkan hukuman fisik karena secara tidak langsung orang tua akan mengajarkan kepada anak tentang kekerasan. Selain itu, hukuman time out bisa menjadi konsekuensi yang efektif, walaupun cukup sulit untuk dilakukan dengan benar dan tepat.

    Dalam hal ini, sebaiknya Anda memberikan hukuman time out ini secara tersendiri dan tanpa melakukan kegiatan lain. Alasannya, tujuan dari hukuman time out ini adalah untuk membiarkan anak untuk merasa bosan. Ketika anak sudah merasa tenang, Anda dapat berdiskusi tentang pilihan-pilihan yang lebih baik untuk diterapkan pada proses kegiatan belajar atau pertemuan di kemudian hari. Selain itu, Anda mendorong mereka untuk meminta maaf atas perlakuan mereka yang disadarinya salah.

  7. Jangan Terlalu Sering Mengarahkan Anak tentang Satu Hal
  8. Setiap orangtua maupun guru ingin anak-anaknya dapat mengerjakan sesuatu hal secara maksimal dan benar. Dengan keinginan tersebut, tidak jarang anak mendapatkan instruksi untuk melakukan sesuatu hal sehingga tanpa sadar si anak akan merasa terbiasa terhadap instruksi yang diberikan. Jika instruksi tidak diberikan, mereka mungkin tidak paham tentang apa yang harus mereka kerjakan. Misalnya di dalam rumah, anak memerlukan peran orang dewasa untuk mengerjakan sesuatu hal. Akan tetapi, mereka lupa untuk mengucapkan kata tolong sebelum meminta bantuan. Maka, ada baiknya Anda menunggu mereka menyadari apa yang salah.

    Selain dapat membantu anak untuk lebih peka terhadap kesalahannya, tindakan ini juga dapat membantu Anda untuk mengajarkan anak-anak tentang etika atau tata krama, tentang apa yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana cara melakukannya. Namun, jika Anda terlalu sering mengarahkan anak untuk melakukan hal-hal seperti itu, mereka akan cenderung akan lupa ataupun mengabaikan apa yang harus mereka lakukan karena tidak adanya arahan yang Anda berikan.

  9. Menerapkan Teknik Pengabaian Selektif
  10. Ketika sedang berkumpul bersama keluarga besar, anak-anak cenderung melancarkan aksinya untuk merajuk maupun meminta sesuatu kepada orang tuanya. Untuk masalah atau permintaan kecil, teknik pengabaian sangat cocok untuk dijadikan solusi. Salah satu contoh dari teknik pengabaian selektif ini, yaitu seperti mengabaikan anak ketika mereka menyela pembicaraan Anda dengan orang lain.

    Penelitian telah membuktikan bahwa jika anak gagal mendapatkan reaksi dari orang tuanya, maka mereka akan cenderung tidak akan melakukan tindakan seperti itu lagi. Dalam penerapannya, Anda harus menggunakan teknik pengabaian selektif ini dengan bijaksana. Apabila anak melakukan tindakan yang berbahaya, misalnya merusak barang atau menyakiti temannya, Anda harus menegur tindakan anak tersebut saat itu juga. Jika tindakan anak terus berlanjut, Anda dapat memberikan hukuman time out.


C. Penerapan Disiplin Positif Melalui Segitiga Restitusi

Segitiga restitusi merupakan salah satu cara memperbaiki diri untuk mewujudkan disiplin diri. Segitiga restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahannya sehingga karakter mereka lebih kuat ketika kembali pada kelompoknya.

Restitusi memberikan kesempatan kepada murid untuk disiplin positif, memulihkan diri dari kesalahan sehingga memiliki tujuan yang jelas. Penekanannya pada cara mereka menghargai nilai-nilai kebaikan yang diyakini, bukan berperilaku untuk menyenangkan orang lain. Restitusi membantu murid untuk jujur pada dirinya sendiri dan mengevaluasi dampak dari kesalahan yang dilakukan. Restitusi memberikan penawaran bukan paksaan. Sangat penting bagi guru menciptakan kondisi yang membuat siswa bersedia menyelesaikan masalahnya dan berbuat lebih baik lagi. Guru dapat menggunakan kalimat seperti "Semua orang pasti pernah berbuat salah", bukan menyudutkan dengan memperjelas kesalahannya.

Terdapat 3 (tiga) langkah pada segitiga restitusi, yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan.

  1. Menstabilkan Identitas
  2. Bagian ini bertujuan merubah orang yang merasa gagal karena berbuat salah menjadi orang sukses. Kita harus mampu meyakinkan mereka misalnya dengan berkata "Saya pernah melakukan hal yang sama denganmu". Ketika seseorang dalam kondisi emosional maka otak tidak mampu berpikir rasional. Kondisi ini sangat tepat kita gunakan untuk menstabilkan identitas. Kita membantu menenangkan mereka dan mencari solusi untuk permasalahannya.

  3. Validasi Tindakan yang Salah
  4. Kita terlebih dahulu memahami kebutuhan dasar yang mendasari tindakan murid kita. Menurut teori kontrol semua tindakan pasti memilki tujuan, entah baik ataupun buruk. Ketika kita menolak murid yang berbuat salah maka merka akan tetap dalam masalah. Yang lebih diperlukan adalah kita memahami alasan mereka berbuat kesalahan sehingga mereka merasa dipahami.

  5. Menanyakan Keyakinan Kelas
  6. Ketika langkah pertama dan kedua sukses dilakukan maka anak lebih siap dikaitkan dengan nilai-nilai kebajikan yang dia percaya dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Kehidupan masa depan yang mereka inginkan sangat penting ditanyakan. Ketika gambaran masa depannya sudah ditemukan, maka guru dapat membantu mengarahkan mereka tetap fokus pada gambarannya. Segitiga restitusi dapat menumbuhkan motivasi internal murid untuk disiplin positif dan terbiasa mencari solusi dengan permasalahannya.