Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan


Dunia pendidikan di Indonesia saat ini sedang menghadapi banyak tantangan, diantaranya adalah situasi darurat kekerasan di lingkungan pendidikan. Pengaduan yang masuk ke KPAI di tahun 2022 pada perlindungan khusus anak dengan kategori tertinggi sebanyak 2.133 kasus. Meliputi anak korban kejahatan seksual, kekerasan fisik dan/atau psikis, pornografi dan cyber crime. Sedangkan menurut laporan SNPHAR dan KPPPA pada tahun 2021 terdapat 20% anak laki-laki dan 25,4% anak perempuan usia 13-17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih.

Pemerintah melalui Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP) memastikan bahwa peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan warga satuan pendidikan lainnya berhak mendapatkan pelindungan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan. Selain itu juga melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan dengan mempertimbangkan hak peserta didik dalam memperoleh lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, nyaman, dan menyenangkan.


Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

A. Bentuk Kekerasan

Bentuk-bentuk kekerasan dapat dilakukan secara fisik, verbal, nonverbal, serta melalui media teknologi dan informasi (termasuk daring/online). Ada 6 (enam) bentuk kekerasan yang didefinisikan secara terperinci dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023.

  1. Kekerasan fisik
  2. Dilakukan dengan kontak fisik baik menggunakan alat bantu ataupun tanpa alat bantu.

  3. Kekerasan psikis
  4. Dilakukan tanpa kontak fisik untuk merendahkan, menghina, menakuti, atau membuat perasaan tidak nyaman.

  5. Perundungan
  6. Kekerasan fisik dan/atau psikis yang dilakukan berulang dan ada relasi kuasa.

  7. Kekerasan seksual
  8. Tindakan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang objek tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang.

    Bentuk kekerasan seksual pada Pasal 10 ayat (2) Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023:

    • Perbuatan memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja
    • Penyampaian ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban
    • Pengiriman pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban
    • Perbuatan mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang bernuansa seksual
    • Perbuatan mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual
    • Perbuatan mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi
    • Perbuatan membujuk, menjanjikan, atau menawarkan sesuatu korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual
    • Pemberian hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual

  9. Diskriminasi dan intoleransi
  10. Diskriminasi dan intoleransi meliputi pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan atas dasar identitas suku/etnis, agama, kepercayaan, ras, warna kulit, usia, status sosial, ekonomi, jenis kelamin, kemampuan intelektual, mental, sensorik, dan fisik.

    Bentuk diskriminasi dan intoleransi pada Pasal 11 ayat (2) Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023:

    • Larangan untuk mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh pendidik sesuai dengan agama/kepercayaan peserta didik yang diakui oleh pemerintah
    • Pemaksaan untuk mengikuti mata pelajaran agama/kepercayaan yang diajar oleh pendidik yang tidak sesuai dengan agama/kepercayaan peserta didik yang diakui oleh pemerintah
    • Mengistimewakan calon pemimpin/ pengurus organisasi berdasarkan latar belakang identitas tertentu di satuan pendidikan
    • Perbuatan mengurangi, menghalangi, atau tidak memberikan hak atau kebutuhan peserta didik, untuk:
      • mengikuti proses penerimaan peserta didik (PPDB)
      • menggunakan sarana dan prasarana belajar dan/atau akomodasi yang layak
      • memiliki kesempatan dalam mengikuti kompetisi
      • menerima bantuan pendidikan atau beasiswa yang menjadi hak peserta didik
      • memperoleh hasil penilaian pembelajaran
      • memperoleh bentuk layanan pendidikan lainnya yang menjadi hak peserta didik

  11. Kebijakan yang mengandung kekerasan
  12. Kebijakan yang berpotensi atau menimbulkan kekerasan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain.


B. Mekanisme Pencegahan

Tujuan: memastikan upaya menyeluruh agar warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan.

  1. Penguatan tata kelola
    • Membuat tata tertib dan program
    • Menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan
    • Membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK)
    • Melibatkan warga sekolah (orang tua/wali murid, komite sekolah dan mitra pendidikan)

  2. Edukasi
    • Sosialisasi dan kampanye di satuan pendidikan
    • Melaksanakan pendidikan penguatan karakter

  3. Penyediaan sarana dan prasarana
    • Memastikan tersedianya sarana prasarana yang aman dan ramah disabilitas
    • Menyediakan kanal aduan

C. Pembentukan Satuan Tugas dan TPPK

TPPK dibentuk oleh satuan pendidikan yang beranggotakan dari kepala sekolah, perwakilan pendidik/ guru, dan perwakilan komite sekolah/ orang tua/wali.

Satuan Tugas (Satgas) dibentuk oleh Pemerintah daerah melalui dinas pendidikan. Anggotanya meliputi Dinas bidang pendidikan, Dinas bidang perlindungan anak, Dinas bidang sosial, dan organisasi atau bidang profesi yang terkait dengan anak.

Jika ada laporan kekerasan, TPPK atau Satuan Tugas melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban.

Tata cara penganganan kekerasan oleh TPPK atau Satuan Tugas

  1. Penerimaan laporan melalui kanal pelaporan
    • surat tertulis
    • telepon
    • pesan singkat elektronik
    • bentuk pelaporan lain yang memudahkan pelapor

  2. Pemeriksaan
    • Pengumpulan bukti
    • Analisa hasil pemeriksaan

  3. Penyusunan kesimpulan dan rekomendasi
    • Sanksi administratif kepada pelaku
    • Pemulihan korban
    • Tindak lanjut keberlanjutan layanan pendidikan

  4. Tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan
    • Pemberian sanksi administratif
    • Sanksi administratif yang diberikan dari peraturan ini tidak mengenyampingkan peraturan lain

  5. Pemulihan
    • Pemulihan dilakukan sejak laporan diterima
    • Layanan pemulihan difasilitasi oleh pemerintah daerah

D. Sanksi Pelaku Kekerasan

  1. Peserta didik
    • Sanksi administratif kepada pelaku peserta didik mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik
    • Sanksi dibuat oleh kepala satuan pendidikan berupa teguran tertulis, tindakan edukatif, dan pemindahan peserta didik ke satuan pendidikan lainnya
    • Hak pendidikan anak sebagai korban maupun pelaku harus dilindungi

    Prinsip pemberian sanksi administratif:

    • bersifat mendidik dan membangun rasa tanggung jawab
    • memenuhi hak pendidikan peserta didik
    • melindungi kondisi psikis peserta didik
    • berpedoman pada ketentuan perundangan-undangan perlindungan anak

    Pemindahan peserta didik dilakukan jika:

    • mengakibatkan luka fisik/psikologis berat atau kematian
    • ada rekomendasi dari satuan tugas dan/atau dinas pendidikan

    Tujuan pemindahan:

    • melindungi korban di sekolah asal
    • memastikan hak pendidikan dari pelaku anak

  2. Pendidik dan tenaga kependidikan ASN
    • Sanksi administratif kepada pelaku pendidik dan tenaga kependidikan harus berdasarkan dampak perbuatannya kepada korban
    • Sanksi dibuat oleh pemerintah daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (PP 94/2021)

  3. Pendidik dan tenaga kependidikan non-ASN
    • Sanksi dibuat oleh pihak yang berwenang
    • Sanksi yang diberikan berupa:
      • Teguran tertulis
      • Pernyataan permohonan maaf tertulis yang dipublikasikan
      • Pengurangan hak
      • Pemberhentian sementara
      • Pemutusan/ pemberhentian hubungan kerja

Sumber:
Paparan Mendikbudristek Merdeka Belajar Episode Ke-25