Penanganan Kesehatan Jiwa dalam Kurikulum Merdeka


Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah meluncurkan program Merdeka Belajar yang memuat Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini mampu menciptakan ruang bagi peserta didik untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase perkembangannya, sehingga memiliki dimensi dalam Profil Pelajar Pancasila.

Untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam mewujudkan kesehatan jiwa peserta didik, sekolah harus menyiapkan pendidik, peserta didik, dan unsur lainnya agar dapat menjalankan program ini sebagaimana mestinya. Sekolah memegang peranan penting dalam membantu peserta didik memiliki kesiapan belajar, tidak hanya siap secara fisik dan akademik, tetapi juga siap secara psikologis. Maka, sebelum peserta didik menjalani kegiatan belajar mengajar, sekolah perlu melaksanakan asesmen diagnosis non-kognitif yang bertujuan untuk mengukur aspek psikologis dan kondisi emosional peserta didik sebelum memulai pembelajaran.

Adapun tujuan khusus dari diagnosis non-kognitif antara lain:

  • Mengetahui kesejahteraan psikologis dan sosial-emosi peserta didik
  • Mengetahui aktivitas belajar selama di rumah
  • Mengetahui kondisi keluarga peserta didik
  • Mengetahui latar belakang pergaulan peserta didik
  • Mengetahui gaya belajar, karakter, serta minat peserta didik

Tahapan melaksanakan asesmen diagnosik non-kognitif meliputi:

  1. Persiapan
    • Sekolah menyiapkan para pendidik yang akan dilibatkan secara khusus (mempersiapkan, melaksanakan, merekap, dan melaporkan) dalam melaksanakan asesmen diagnosik non-kognitif.
    • Sekolah mengembangkan sendiri instrumen yang akan digunakan dalam menggali informasi psikologis peserta didik.
    • Sekolah menyiapkan sarana dan prasarana yang akan digunakan selama pelaksanaan asesmen.
    • Sekolah juga bisa menyiapkan alat ukur lain secara tes atau nontes, seperti surat anonim, wawancara, isian biodata, dan lain sebagainya.

  2. Pelaksanaan
    • Pelaksanaan asesmen diagnosis non-kognitif dilaksanakan di awal pembelajaran sebelum pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, misalnya saat kegiatan MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah).

  3. Tindak Lanjut
    1. Mengkomunikasikan data hasil asesmen kepada kepala sekolah, pendidik, dan orang tua.
      • Data yang disampaikan adalah hasil secara umum perkelas.
      • Pendidik dan orang tua yang ingin mengetahui data peserta didik secara detail harus melalui tim pelaksana.
      • Tim pelaksana harus mengetahui data mana saja yang boleh dan tidak boleh disampaikan untuk tetap menjaga kerahasiaan peserta didik.
      • Jika ada data rahasia yang ingin digunakan untuk kebaikan peserta didik, misalnya kebutuhan rujukan ke ahli lain, maka harus sudah mendapat persetujuan dari pihak terkait seperti peserta didik, orang tua, maupun kepala sekolah.

    2. Menindaklanjuti hasil yang dicapai peserta didik.
      • Peserta didik yang mendapat perolehan rendah dalam sosial emosi, maka bisa diberikan kepada guru BK untuk dilakukan konseling (selama tidak disertai gejala kesehatan jiwa lainnya).
      • Peserta didik yang mendapat perolehan sedang dalam sosial emosi, baik guru BK maupun pendidik lainnya bisa bekerja sama mengembangkan sosial emosil peserta didik di kelas.
      • Peserta didik yang mendapat perolehan tinggi dalam sosial emosi, sekolah perlu mendukung peserta didik untuk mengembangkan empati sosialnya dalam kegiatan PIK-R atau menjadi konselor sebaya.
      • Selain itu, sekolah juga memfasilitasi peserta didik sesuai dengan bakat dan minat, serta gaya belajar mereka dengan penerapan pembelajaran terdeferensiasi.
      • Jika masalah yang ditemukan membutuhkan bantuan pihak lain, lakukan kerja sama. Misalnya dengan puskesmas setempat untuk mempermudah dalam merujuk permasalahan peserta didik kepada yang lebih ahli.

    3. Membuat program yang berkaitan dengan penguatan kesehatan jiwa peserta didik.
      • Saat ini sekolah bisa mengembangkan kesehatan jiwa peserta didik melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dengan tema "Bangunlah Jiwa dan Raganya". Projek ini bisa dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah.
      • Projek Bangunlah Jiwa dan Raganya dikemas dalam bentuk promosi kesehatan fisik dan jiwa peserta didik. Masing-masing peserta didik dalam kelompok mencari artikel yang kredibel sebagai bahan rujukan. Hasil akhirnya peserta didik diminta untuk mempromosikan atau mengampanyekan kesehatan jiwa dalam bentuk artikel, poster yang dibagikan di media sosial, ataupun podcast dengan pembawa acara dan narasumber dilakukan oleh peserta didik itu sendiri (tugas akhir sesuai gaya belajar masing-masing peserta didik).
      • Pelaksanaan program ini memang tidak mudah, sehingga perlu pendampingan pendidik agar peserta didik bisa mencapai tujuan dari penerapan projek tersebut. Hal ini juga bisa menambah literasi peserta didik tentang kesehatan jiwa remaja.

    4. Jalin Kemitraan dengan Puskesmas Setempat.
      • Puskesmas di bawah naungan Kementerian Kesehatan memiliki program skrining kesehatan jiwa anak dan remaja. Anak usia sekolah harus mengikuti skrining kesehatan jiwa ini.
      • Skrining awal kesehatan jiwa secara berkala ini perlu dilakukan, untuk mengetahui risiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa. Skrining ini tidak hanya dilakukan pada orang yang sudah mengalami masalah kesehatan jiwa tetapi juga sebagai deteksi dini atau awal untuk membantu dan menentukan lebih cepat risiko seseorang mengalami masalah kesehatan jiwa. Makin cepat terdeteksi, semakin cepat juga penanganannya.
      • Skrining kesehatan jiwa memang dilakukan oleh pihak puskesmas, namun sekolah harus turut berperan aktif dalam pelaksanaan skrining dan menindaklanjuti hasil dari skrining tersebut. Hasil skrining kesehatan jiwa peserta didik bisa menjadi pelengkap data sekolah.

Sumber:
Buku Pedoman Kesehatan Jiwa Remaja Jenjang SMP
Kemendikbudristek 2023